Aku: Intro

Membuka mata, menyapa matahari yang selalu terlihat gelap di matanya, bermain-main dengan lingkungannya, menghisap ganja, bercinta dengan segala benda yang berjalan dan memiliki dada bulat menonjol, menenggak semua variasi alkohol, menelan berbagai jenis pil yang pernah ada, mendengarkan semua jenis musik trippy yang pernah dilahirkan, membaca semua buku fiksi yang pernah ditelurkan, meghisap beberapa linting ganja lagi, tertidur pulas, lalu ulang semua hal itu dengan urutan yang sama.

Itulah berbagai macam kegiatan di hari biasa bagi Tuan Ara. Nama yang cukup ganjil untuk seorang manusia. Umurnya 24. Perutnya buncit, namun bagian tubuhnya yang lain terlihat sangat tipis. Matanya sayu, namun alisnya sangat tebal. Hidungnya mancung. Kakinya panjang. Namun yang terpenting, hidupnya sangatlah bebas, tanpa ada kekangan, tanpa ada rantai, tanpa apapun selain jiwa yang bebas. Ya, dia hanya butuh jiwanya yang bebas untuk dapat bertahan hidup. Entah apa yang akan terjadi bila dia kehilangan kebebasannya.

Tok tok tok.

Pintu kamar Tuan Ara yang merupakan sebuah bagian dari rumah susun murahan yang terletak di daerah kumuh sebuah kota metropolitan mengeluarkan suara ketukan. Ketukan yang sangat lesu. Terlalu lesu sehingga ketukan itu terdengar sangat aneh bagi telinga Tuan Ara yang cukup jeli dalam segala hal, baik itu untuk menilai permainan seorang musisi ataupun untuk menilai emosi suara ketukan seperti ini. Tuan Ara menaruh lintingan ganjanya di asbak hitam yang terletak tak jauh dari kakinya dan melihat jam yang terpampang di dindingnya. Jarum pendek menunjuk pada angka 11 lewat sedikit dan jarum panjang menunjuk pada angka 2. Lalu Tuan Ara bergegas dari sofa hitam jeleknya untuk berdiri di depan jendela dan melihat langit yang ternyata masih sangat terang. Ia terkejut dan mengambil kacamata hitamnya yang terletak tidak jauh dari lokasi ia berdiri sekarang.

Tok tok tok.

Suara lesu itu timbul kembali. Kali ini, Tuan Ara langsung mengambil kaus polos hijau dekilnya yang terletak di senderan sofa hitam jeleknya itu. Ia kebingungan. Tidak setiap hari kamarnya didatangi orang pada siang bolong seperti ini.

"Mungkin ini pemilik rumah susun yang ingin menagih hutang. Atau pelacur yang salah kamar? Ah entahlah...," begitu pikirnya dalam hati.

Setelah berjalan dan menebak siapa yang mengetuk lesu pintunya, Tuan Ara sampai di depan pintu dan segera memutar gagang pintu untuk membuka pintu itu.

Ia terkejut. Ia melepas kacamata hitam yang baru saja ia pakai beberapa detik yang lalu dari mukanya dan melemparnya ke lantai. Ia ingin teriak namun suaranya tak bisa keluar. Ia ingin menutup pintunya dan berlari dan segera melupakan kejadian ini sampai akhir hayatnya namun kakinya terasa bersatu dengan lantai. Ia tak pernah merasa setakut ini. Apa yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya adalah merupakan sebuah sosok yang tak pernah dia liat sebelumnya.

Alien.

Ya, itulah apa yang sekarang sedang berada di depan kamarnya.

Oh tidak, dia bukan alien.

Dia membuka topeng aliennya dan menunjukkan wajah bocahnya dengan jelas kepada Tuan Ara untuk menjelaskan bahwa wujud alien tadi hanyalah sebuah kostum, dan sebaliknya dia hanyalah seorang bocah yang ingin bertemu seseorang yang baru dan menarik yang bisa merawat dirinya secara unik. Anehnya, Tuan Ara masih menunjukan rasa takutnya.

Alien? Bukan. Manusia? Mungkin. Bocah berkostum alien itu adalah Aku.

Selamat datang di planet bumi, Aku. Lalu, Aku pun menangis.

{READ ON}

Keenan: Intro

saya kosong. saya mati. saya menolak zombie.
saya perangkap citraan. saya tidak orisinil. saya zombie.

usia tidak jelas. pekerjaan tidak jelas. nama saya keenan.
identitas saya pun memalukan dan pengulangan. menggunakanya rasanya seperti menstempelkan diri di bagian pemilahan barang di hypermarket, dan di sortir oleh buruh berpakaian sintetis bermuka picis.

sebenarnya saya penyair. yang bertubi-tubi gagal dan dituding hanya berisi karnal dan libidinal.
sebenarnya saya pemimpi. yang hidup di dunia hipereal berpura-pura kompromi.

mereka marah karena saya berevolusi tidak mau berhenti. katanya bumbu saya tidak terverifikasi dan tidak baru lagi. mereka muak dengan pongah saya yang tidak terima dogma berpura-pura enigma.

saya juga jengah.
saya hanya peduli dengan lelaki dengan filosofi lotus di puncak tengkoraknya.
lelaki itu feminis tidak pragmatis. romantis dan penyuka sesama jenis.

{READ ON}

Kima: Intro

BRAAAKK !!!
Bunyi bantingan pintu itu lantang sekali.
Tapi tidak akan selantang suara yang akan terdengar ini.

"BANGSAATTTT !!!! Masih aja sempit !!!!"

20 tahun hidup dijadikan boneka keluarga.
Tak bergerak bebas. Diatur. Minim akan ruang gerak.

Aku Kima.
Katanya itu panggilan sayang untukku.
Buat aku, itu palsu.
Nama sayang itu hanyalah nama karakterku.
Aku ini artis.
Berakting didalam hidupku sendiri.
Demi kepuasan penonton, aku pun rela.

Aku Kima,
Si Boneka Keluarga.
Sedang berusaha memperluas ruang gerak,
dan mencoba untuk bergerak sendiri.
Tanpa mereka, yang ber-hobby-kan mengatur hidupku.

Aku Kima.
Perkenalkan.
dan
Wassalam.


{READ ON}

Aidan : Intro

-Ceklik-
-Ceklik-
-Ckkrr..-
“Filmnya habis” pikir Aidan.


Namanya Aidan.
Bukan,itu bukan nama laki-laki. Tanya saja dia,dia sudah men-google
namanya berulang kali dan menemukan fakta bahwa namanya adalah unisex.
Dia benci laut.
dan danau.
dan sungai.


“Ai,udah jam segini,kita balik yuk”
“Iya Ai,kita semua mau ada kelas tutor nih”
Aidan menoleh dan melihat kawan-kawan terdekatnya yg sedari tadi berteduh di bawah rimbunan salah satu pohon.
“Besok kita kesini lagi ya?” Aidan penuh harap
“Nggak bisa,kita semua kan besok ada midterm”
“Elo sih pake ngambil jurusan beda dari kita”
Tawa.
Aidan diam.



Bohong,dia tidak benci laut,atau danau,ataupun sungai.
Dia
takut.
Menurutnya, mereka semua itu dalam.
Gelap.
Basah.
Dingin.
Siapa tahu ada makluk menyeramkan di bawah pasir dan di balik batu.
Siapa pula yang yakin tidak ada hiu bergigi pisau yang mengintai?
Dan hey,mungkin Monster Loch Ness benar-benar ada.
Itulah alasan mengapa Aidan takut laut.
dan danau.
dan sungai.

Alasan yang sama mengapa dia takut dengan kehidupan kampusnya.
Tahun ketiganya menuntut ilmu di negeri orang.
Menuntut ilmu yang sama sekali tidak pernah terpikir untuk dia tuntut.

“Halo Ai”
“Eh Aidan”
“Sini duduk”
Teman-teman sejurusannya.
“Kemarin ujian Artificial Intelligence dapat berapa Ai?”
“84,pada dapet berapa?”
“HAH pinter juga kamu Ai,kirain,eh…nggak deh”
Kikuk.
Diam lagi


Namanya Aidan.
Dia takut laut,danau,sungai,dan apapun berbasis air dengan kedalaman lebih dari 30 sentimeter.
Dia takut dengan segala kepalsuan dalam persahabatan.
Selamat datang semua.


{READ ON}

Dean: Intro

Gelap gulita.
"Nggak juga. Diatas sana, ada sinar."
"Tapi jauh.", pikir Dean.

Lalu, Dean mulai berjalan. Dia pikir kalau ia berjalan, sinar itu akan semakin dekat, semakin jelas.
"Lurus aja lah, ga keliatan apa apa juga didepan.", ujar otak Dean, yang lalu langsung diteruskan ke syaraf dikakinya, lurus.
"Daripada, daripada."

"BWAHAHAHA, ANJING ANJINGAN LO! TERUS FREN!"
"AH AH AH, HOSH HOSH HOSH.."
"MAU LIAT GW TERBANG GA, MEN?"
BOOM BOOM STAK STAK BOOM STAK.

"Hah?", Dean menoleh ke arah suara keras tadi, ada cahaya berwarna terang yang menyilaukan mata menyeruak dari arah suara itu. Sinarnya berbeda dengan yang pertama kali ia lihat, bukan putih, warna warni. Warna-warna itu terus bertambah terang, tak lagi dapat diterima oleh sel reseptor mata Dean. Ia buta.

DRING DRING DRIIINGGG.

Tit, Dean menekan tombol dihandphonenya, alarm off. Ia lalu berusaha memfokuskan matanya ke deretan angka yang dipisahkan oleh dua titik dilayar handphonenya itu.

08:30

"Fak."
"Fak. Fak. Fak. FAK!", Dean melompat dari tempat tidurnya ke kamar mandi.
"Mati gw, mati gw, mati gw."
Tidak sampai 5 menit, ia sudah ada diluar kamarnya, memakai sepatu sekenanya, membanting pintu, lalu lari kesetanan.

Hari itu, Ujian Tengah Semester hari terakhir bagi Dean, mata kuliah struktur data, mulai pukul 8 lebih 30 menit.

Dean terlambat. 15 menit dan habis sudah. Dilarang masuk ruang ujian.

"Penutupan UTS ter-sempurna. FAK!", maki Dean.

Dean, mahasiswa fakultas informasi dan teknologi semester enam, gagal UTS dikarenakan semalam setelah penat belajar, "Ah, tanggung. Satu checkpoint lagi lah ini.". Videogame. Konyol.

{READ ON}


Bermula dari sini, Mereka.

{READ ON}